Khusus pada anak-anak yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Mengajar dan memberikan pembelajaran dengan cara memukul bukanlah cara yang terbaik. Hentikan!
Untuk para orang tua yang mempunyai anak kreatif, Mohon jangan dipukul. Tolong baca kisah nyata yang menyentuh hati ini, Cerita tentang seorang anak kecil yang bernama Ita yang memohon kepada papanya untuk mengembalikan tangannya yang hilang!
Inilah awal kisah nyata ini:
Sepasang suami istri seperti pasngan lain di kota-kota besarpada umumnya selaluy meninggalkan anak-anak untuk diasuholwh pembantu rumah tangga ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, seorang peempuan yang masih berusia tiga setengah tahun. Dia sendirian dirumah, dan dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja.
Dia bermain sendirian diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dbelikan papanya, ataupun memetik bunga Matahari, bunga Kertas dan lain-lain dihalaman rumahnya sendirian.
Suatu hari dia melihat ada sebatang paku yang sudah berkarat. Dia pungut lantas dia pun mulai menoret-coret tembok semen tempat dimana mobil ayahnya diparkirkan, akan tetapi karena lamtainya terbuat dari marmer, coretannya jadi ridak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya.
Ya..! karena mobil itu warnanya putih, coretannya jadi tampak jelas. Apalagi kanak-kanak ini pun membuat coretannya sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor pergi ketempat kerjanya karena sering jalanan macet. Setelah sang anak mencoret-coret penuh sisi yang sebelah kanannya, dia pun beralih kesebelah kiri mobil itu. Dibuatnya gambar ayam dan gambarnya sendiri dan lain sebagainya mengikuti imaginasinya. Kejadian itu tanpa disadari oleh pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah dan ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, 'Kerjaan siapa ini?' Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tidak tahu… !' 'Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?' hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya.
Dengan penuh manja dia berkata 'Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!' katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran, kemudian mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Setelah puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula bagian belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong-bengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya itu.
Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah kemudian menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil itu luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah tangga itupun memandikan anak kecil itu.
Sambil menyiram air dia pun ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih ditangannya saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak itu membengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak itu. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu.
Si bapak konon mau mengajari anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. 'Ita demam…' jawab pembantunya ringkas.
"Kasih minum obat penurun panas", jawab ibunya.
Sebelum si ibu masuk ke kamar tidurnya dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya dalam pelukan pembantu rumah, dia pun menutup kembali pintu kamar pembantunya. Memasuki hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas.
"Sore nanti kita bawa ke klinik" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkanagar ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan lain pak! kata dokter mengusulkan agar kedua tangan si anak itu segera diamputasi karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
"Tangannya sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah", kata dokter.
Si bapak dan si ibu bagaikan terkena halilintar di siang hari, mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya.
Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa... Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa... sayang mama." katanya berulang kali membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
"Ita juga sayang Kak Narti..." katanya memandang wajah pembantu rumah tangganya, sekaligus membuat gadis itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil...Ita janji nggak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya itu. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
Ingat! Penyesalan selalu datang TERLAMBAT.
***
Untuk para orang tua yang mempunyai anak kreatif, Mohon jangan dipukul. Tolong baca kisah nyata yang menyentuh hati ini, Cerita tentang seorang anak kecil yang bernama Ita yang memohon kepada papanya untuk mengembalikan tangannya yang hilang!
Inilah awal kisah nyata ini:
Sepasang suami istri seperti pasngan lain di kota-kota besarpada umumnya selaluy meninggalkan anak-anak untuk diasuholwh pembantu rumah tangga ketika mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, seorang peempuan yang masih berusia tiga setengah tahun. Dia sendirian dirumah, dan dia sering dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja.
Dia bermain sendirian diluar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dbelikan papanya, ataupun memetik bunga Matahari, bunga Kertas dan lain-lain dihalaman rumahnya sendirian.
Suatu hari dia melihat ada sebatang paku yang sudah berkarat. Dia pungut lantas dia pun mulai menoret-coret tembok semen tempat dimana mobil ayahnya diparkirkan, akan tetapi karena lamtainya terbuat dari marmer, coretannya jadi ridak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya.
Ya..! karena mobil itu warnanya putih, coretannya jadi tampak jelas. Apalagi kanak-kanak ini pun membuat coretannya sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor pergi ketempat kerjanya karena sering jalanan macet. Setelah sang anak mencoret-coret penuh sisi yang sebelah kanannya, dia pun beralih kesebelah kiri mobil itu. Dibuatnya gambar ayam dan gambarnya sendiri dan lain sebagainya mengikuti imaginasinya. Kejadian itu tanpa disadari oleh pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah dan ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, 'Kerjaan siapa ini?' Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘Tidak tahu… !' 'Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yang kau lakukan?' hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya.
Dengan penuh manja dia berkata 'Ita yg membuat itu papa…. cantik kan!' katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran, kemudian mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Setelah puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula bagian belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong-bengong, tidak tahu harus berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya itu.
Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah kemudian menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil itu luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah tangga itupun memandikan anak kecil itu.
Sambil menyiram air dia pun ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih ditangannya saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak itu membengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak itu. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu.
Si bapak konon mau mengajari anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. 'Ita demam…' jawab pembantunya ringkas.
"Kasih minum obat penurun panas", jawab ibunya.
Sebelum si ibu masuk ke kamar tidurnya dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya dalam pelukan pembantu rumah, dia pun menutup kembali pintu kamar pembantunya. Memasuki hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas.
"Sore nanti kita bawa ke klinik" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkanagar ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan lain pak! kata dokter mengusulkan agar kedua tangan si anak itu segera diamputasi karena gangren yang terjadi sudah terlalu parah.
"Tangannya sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah", kata dokter.
Si bapak dan si ibu bagaikan terkena halilintar di siang hari, mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya.
Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa... Mama… Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa... sayang mama." katanya berulang kali membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
"Ita juga sayang Kak Narti..." katanya memandang wajah pembantu rumah tangganya, sekaligus membuat gadis itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Ita. Untuk apa diambil...Ita janji nggak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya itu. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
Ingat! Penyesalan selalu datang TERLAMBAT.
***
0 comments:
Post a Comment